Rabu, 06 Agustus 2008

Lembaga Pembiayaan

PENDAHULUAN
Dalam setiap sistem perekonomian modern, kebersaan lembaga keuangan yang menawarkan brbagai bentuk fasilitas pembiayaan merup[akan suatu yang penting guna mendukung kegiatan perekonomian terutama melalui sumber-sumber pembiayaan dan poenyaluran secara efektif dan efisien. Sejalan dengan itu, sejak tahun 1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan, diantaranya lembaga pembiayaan. Kebijakan di bidang pengembangan kegiatan lembaga pembiayaan ini diatur berdasarkan Keppres No. 61 tahun 1988 dalam Pakdes sebagai landasan operasionalnya.
Arah kebijakan diversifikasi kegiatan lembaga keuangan dimaksud pada dasarnya bertujuan untuk lebih memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha. Kebutuhan pembiayaan bagi sektor usaha tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi hanya dengan mengandalakan pinjaman melalui sektor perbankan. Kegiatan lemabga pembiayaan yang melakukan beberapa bentuk pembiayaan ini diharapkan dapat memberikan alternatif yang lebih luas kepada dunia usaha. disamping itu, keberadaan perusahaan pembiayaan diharapkan dapat saling mengisi dan melengkapi kegitan sektor keuangan sehingga akhirnya mampu mendukung dan memberi kontribusi terhadap pengembangan sektor usaha. kegiatan perusahaan pembiayaan hingga saat ini secara keseluruhan menunjukkan perkembangan yang positif meskipun selama hampir dua tahun terkhir ini kegiatanya mengalami sedikit hambnatan khususnya kegiatan usah leasing akibat dampak tejadinya krisis moneter dan perbankan yang mengakibatkan melonjaknya tingkat bunga bank mencapai 60% per annum.
Perkembangan usaha perusahaan pembiayaan terutama sebelum krisis moneter trsebut selain mencerminkan kebutuhan modal kerja sektor usaha yang semakin meningkat, juga memberikan indikasi bahwa keberadaan lembaga pembiayaan yang dapat memberikan beberapa fasilitas pembiayaan alternatif sangat dibutuhkan dan telah dapat memenuhi sebagian kebutuhan modal kerja dunia usaha. dalam operasionalnya, selain menggunakan modal sendiri, kegiatan perusahaan pembiayaan selama ini juga didukung dana pinjaman dari perbankan baik dari dalam maupun luar negeri. Penggunaan pinjaman yang makin meningkat juga mencerminkan besarnya potensi usaha lembaga pembiayaan dan keterkaitan antara perusahaan pembiayaan dengan sektor perbankan terutama dalam penyediaan sumber pembiayaan.

PENGERTIAN DAN BIDANG USAHA
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sedangkan perusahaan pembiayaan (finance company) adalah beban usaha yang didirikan khusus unauk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Bidang usaha lembaga pembiayan, pada awalnya, sebagaimana diatur dalam Keppres No. 61 Tahun 1988 adalah sebagai berikut.
a. Sewa guna usaha (leasing)
b. Modal Ventura (venture capital)
c. Anjak piutang (factoring)
d. Pembiayaan konsumen (cnsumer finance)
e. Kartu kresit (credit card)
f. Perdagangan surat berharga (securities company)

Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya beragam tersebut maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut multi finance company. Lebih lanjut bidang usaha pembiayaan tersebut masisng-masing akan dibahas secara terpisah pada bab-bab tersendiri.
Selanjutnya dengan keputusan menteri keuangan No.1256/KMK.00/1989 tanggal 18 Nopember 1989 bidang usaha perdangangan surat berharga dikeluarkan dari lingkup usaha lembaga pembiayaan karena kegiatan tersebut sangat terkait dengan kegiatan di bidang pasar modal sehingga pengaturan dan pembinaan kegiatan perusahaan perdagangan surat berharga atau perusahaan efek tersebut dialihkan kepada Bapepam sebgai otoritas pasar modal.
Lingkup usaha lembaga pembiayaan tersebut lebih lanjut disesuaikan kembali dengn keputusan menteri keuangan No. 468/KMK.017/1995 tanggal 3 oktober 1995 dimana bidang usaha modal ventura menjadui kegitan yang terpisah dari perusahan pembiayaan. Dengan kata lain usaha modal ventura harus dilakukan dengan mendirikan perusahaan tersendiri khusus untuk kegiatan usaha modal ventura. Dipisahkannya modal ventura dari bidang usaha lembaga pembiayaan didasarkan pada pertimbangan agar bisnis modal ventura dapat berkembang lebih optimal mengingat pembiayaan modal ventura memiliki karakteristik yang berbeda dengn jenis pembiayaan lainnya dalam lingkup usaha lembaga pembiayaan. Di samping itu, dengan terpisahnya modal ventura dari lembaga pembiayaan menjadi lembaga keuangan tersendiri akan diharapkan dapat lebih konsentrasi dalam penyaluran pembiayaan untu membantu usaha kecil menengah
Agar lembaga pembiyaan tidak menyerupai perbankan khususnya kegiatan di sisi pasiva, lembaga pembiayaan menurut ketentuan dilarang:
a. Menghimpun dana dari masyarakt secara langsung dalam bentuk giro, depposito dan tabungan.
b. Menerbitkan surat sanggup bayar (promissory notes), kecuali sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi kreditornya. Surat sanggup tersebut tidak dapat dialihkan dan dikuasakan kepada pihak manapun (non-negotiable)
c. Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.

PEMBINAAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PEMBIAYAAN
Berdasarkan pakdes 20 tahun 1988, pembinaaan dan pengawasan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan dulakukan oleh Menteri Keuangan. Namun selama kurun waktu yang cukup lama kegiatan usaha lembaga pembiayaan ini dapat dikatakan tidak dilakukan pengaturan, pembianaan, dan pengawasan yang berarti. Peraturan pembinaannya yang ada pada dasarnya hanya mengatur mengenai kelembagaanya misalnya masalah kepemilikan, permodalan dan penyampaian alaporan srta larangan menarik dana secara langsung dari masyarakat. Jadi dikatakan sampai akhir 1995, lembaga pemniayaan menikmati kebebasan berusaha yang longgar tanpa banyak pengaturan sari pemerintah. Sehingga wajar dalam kurun waktu yang cukup lama tersebut dapat perusahaan pembiayaan banyak dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk kepentingan kelompok usahanya. Dalam kondisi seperti ini perusahaan pembiayaab telah dimanfaatkan perbankan untuk mengalihkan sebagian kegiatan operasinya yang terhambat ketentuan pembatasan bank Indonesia. Karena menurut ketentuanf, bank dipekernankan memiliki perusahaan pembiayaan, sehinga hal tersebut memungkinkan bank mengendalikan suatu perusahaan pembiayaan akan menjadi terafiliasi dengan bank sehingga dapat berfungsi saling menunjang kegiatan masing-masing. Keterpaduan dan kerja sama antara keduanya dapat meliputi berbagai aspek, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.
Selanjutnya, sejak lembaga pembiayaan diperkenalkan pada akhir 1988 sampai sebelum terjadinya krisis moneter dan perbankan akhir 1997, perkembangan usaha lembaga pembiayaan sebagaimana telah disebutkan di atas mengalami peningkatan yang cukup pesat. Perkembangan perusahaan pembiayaan tersebut antara lain terdorong oleh situasi berusaha yang sangat kondusif dan tingginya pertumbuhan ekonomi. Faktor lain yang cukup mendorong adalah kurangnya pengaturan mengenai kegiatan usaha perusahaan pembiayaan sehingga mereka dapat melakukan bisnis secara bebas, dapat dikatakan , hampir tidak ada pengawasan dari pihak otoritas dalam hal ini. Departemen Keuangan terutama dari sumber pendanan dan penyaluran pembiayaannya. Lemahnya pengawasan khususnya penggunaan dana pinjaman baik yang berasal dari luar negeri (offshore loan) maupun dari perbankan nasional tersebut pada gilirannya memberikan dampak yang kurang efektif terhadap pelaksanaan kebijakan moneter dan perbankan. Hali ini jelas akan kurang menguntungkan perekonomian nasional. Untuk mengantisipasi dampak tersebut, maka kegiatan perusahaan pembiayaan nampaknya memang perlu dikendalikan dengan menata kembali pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang lebih ketat.
Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan dengan perbankan seperti telah disinggung diatas pada dasrnya memiliki hubungan yan sangat erat. Karena itu banyak dimanfaatkan oleh pemilik bank untuk membiayai pemberian kredit kepada debitor tertentu malalui lembaga pembiayaan. dengan demikian, perusahaan pembiayaan. dengan demikian, perusahaan pembiayaan merupakan alternatif sumber pembiayaan bagi debitor dan sisi lain merupakan alternatif penyaluran dana bagi perbankan.
Sebelum adanya ketentuan yang mengatur penerapan prinsip kehatia-hatian atas kegiatan perusahaan pembiayaan sebagaimana dalam perbankan, peluang kerja sama dengan lembaga pembiayaan ini abanyak dimanfaatkan oleh perbankan untuk menghindari peraturan dalam bentuk pelangaran pemenuhan ketentuan prinsip kehati-hatian antar lain abtas maksimum pemeberian kredit (BMPK). Disamping itu, karenaketntuan pemabtasanpeinjaman luar negeri bagi bank cukup ketat, perusahaan sering pula dimanfatkan sebagai sarana untuk mendapatkan pinjaman luar negeri abgi bank yang telah mencapai ketentuan batas maksimum pinjaman luar negerinya tnpa dapt dimonitor oleh Bank Indonesia. Disamping itu yang sering dilakuakan oleh perbankan dengan perusahan pemabiayaan yang satu kelompok dengan usahanya adalah dengan meliabtkannya dalam sinikasi atau risk sharing atau swap loan yang semu serta dengan cara back to back loan melalui bank lain.
Ketentuan pengaturan mengenai perusahaan pembiayaan selama ini hanya berkaitan dengan masalah kelembagaan, belum ada ketentuan khusus yang mengatur kegiatan operasional berdasarkan prinsip kehati-hatian sebgaimana yang dilakukan oleh perbankan. Pelaksanan pengawasan hanya dilakukan secara pasif (offsite supervision) yaitu melalui penyampaian laporan-laporan setiap semester dan semata-mata untuk keperluan kelengkapan data. Belum adanya pengawasan secara aktif melalui pemeriksaan langsung (onsite supervision) yang seharusnya dilakukan untuk setiap lemabga keuangan menyebabkan sangat terbatasnya aspek pembinaan yang dapat dilakukan.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa lembga pembiayaan banyak dimiliki oleh bank dan pada umumnya lembaga tersebut dimanfaatkan bank untuk kepentingan penyaluran dananya kepada debitor untuk menghndari pelanggaran ketentuan dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian misalnya BMPK atau dalam rangka melakukan transaksi offshore loan. Kegiatan operasional yang kurang sehat tersebut yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan pada gilirannya dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan moneter dan perbankan yang dilakuakan Bank Indonesia. Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas maka pihak otoritas menganggap perlunya kegiatan perusahaan pembiayaan dilakukan pengaturan berdasarkan prinsip-prinsip usaha yang sehat. Oleh karena itu untuk merealisasihal tersebut telah dikeluarkan berbagi peraturan yang antara lain berkaitan dengan masalah permodalan, ketentuan pinjaman yang diterima, penyertaan dan pelaporan perusahaan pembiayaan. Selanjutnya dalam pelaksanaan pengawasan perusahaan pembiayaan telah ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia No. 607/KMK.017/1995 dan No. 28/9/Kep/GBI tanggal 19 desember 1995. Keputusan Bersama tesebut memberi wewenang kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan yang hasilnya dilaporkan kepada Menteri Keuangan, meliputi pengawasan terhadap kegiatan:

a. penarikan pinjaman luar negeri (offshore loan)
b. penyaluran pinjaman yang bersumber dari kredit perbankan.
c. Penerbitan surat sanggup bayar (prpomissory notes)
d. Kualitas aktiva produktif.
e. Kebenaran dan kelengkapan.

Pembatasan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 606/KMK.017/1995 tanggal 19 desember 1995 meliputi hal-hal sebgai berikut:

Ketentuan pinjaman yang diterima.
Perusahaan pembiayaan dalam melakukan pinjaman dari berbagi sumber diatur sebagai berikut:
Perusahaan pembiayaan dapat menerima pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri
Jumlah pinjaman maksimum 15x jumlah modal sendiri
Jumlah pinjaman luar negeri maksimum 5x jumlah modal sendiri setelah dikurangi penyertaan.

Ketentuan Penyertaan.
Perusahaan pembiayaan hanya dapat melakukan penyertaan pada perusahaan di sektor keuangan dengan ketentuan:
penyertaan pada setiap perusahaan maksimum 25% dari modal disetor perusahaan yang disertainya.
Jumlah seluruh penyertaan modal maksimum 40% dari modal sendiri perusahaan pembiayaan.

Pelaporan.
Perusahaan pembiayaan wajib menyampaikan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia:
Laporan keuangan bulanan
Laporan kegiatan usaha semesteran
Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.

Penyampaian laporan keuangan bulanan disampaikan selambatnya tanggal 10 pada setiap bulan berikutnya, laporan kegiatan usaha semesteran disampaikan selambat-lambatnya satu bulan setelah periode semester yang besangkutan. Sedangkan laporan keuangan tahunan disampaikan selambat-lambatnya 4 bulan setelah tahun buku terakhir (berdasarkan tahun takwim). Keterlambatan penyampaian laporan-laporan tersebut di atas dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 1 juta untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum denda sebesar Rp 30 juta. Penyampaian laporan keuangan bulanan tersebut terdiri atas neraca bulanan yang dilengkapi dengan: daftar pinjaman yang diterima, daftar pembiayaan, daftar penyertaan modal dan kualitas aktiva produktif; perhitungan laba rugi, dan rekening administratif. Selanjutnya laporan kegiatan usaha semesteran yang harus disampaikan terdiri atas: laporan profil perusahaan, laporan kegiatan sewa guna usaha, anjak piutang, karu kredit, dan pebiayaan konsumen. Sedangkan laporan keuangan tahunan terdiri atas neraca dan perhitungan laba rugi yang telah diaudit oleh akuntan publik.

KETENTUAN DENGAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
Keluarnya ketentuan pengaturan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut terhadap lembaga pembiayaan jelas akan sangat mempengaruhi kegiatan usaha lembaga tersebut terutama adalah pelaksanaanya dilakukan oleh Departemen Keuangan dengan dibantu Bank Indonesia yang cenderung lebih ketat.
Surat keputusan bersama tersebut benar-benar akan sangat membatasi ruang gerak usaha perusahaan pembiayaan yang sejak lama menikmati kebebasan. Ruang lingkup pengawasan yang dilakukan bank Indonesia terutama meliputi kegiatan yang memiliki dampak langsung terhadap kondisi moneter. Karena salah satu konsiderasi kenapa Bank Indonesia dilibatkan dalam pengawasan perusahaan pembiayaan adalah kegiatan lembaga ini memiliki ketert\kaitan yang sangat dekat dengan kegiatan perbankan, sehingga perusahaan pembiayaan secara langsung akan mempengaruhi pelaksanaan kebijakan moneter dan perbankan yang dilakukan Bank Indonesia. Oleh karena itu Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan terutama meliputi kegiatan penarikan pinjaman luar negeri, penyaluran pinjaman yang bersumber dari kredit perbankan, penerbitan surat sanggup bayar (promissory notes), penilaian aktiva produktif serta kebenaran dan kelengkapan laporan.
Selanjutnya, dengan adanya ketentuan pembatasan tentang penerimaan pinjaman, baik dari sumber luar maupun dalam negeri, lazimnya juga diberikan oleh bank dalam kelompoknya. Baik langsung maupun tidak, serta pinjaman luar negeri yang tidak jarang dijamin oleh banknya, serta adanya pengawasan oleh Bank Indonesia, maka diharapkan opersai lembaga ini yang selama ini dianggap sangat berisiko dan kurang terkendali, lebih mudah dimonitor. Namun konsekuensinya, ruang gerak perusahan pembiayaan untuk memproleh sumber-sumber dana semakin terbatas, yang pada gilirannya dapat menghambat kegiatan operasinya
Tidak diperbolehkannya perusahaan pembiayaan menarik dana masyarakat, sebagaimana halnya perbankan, menyebabkan ketergantungan sumber dana dari lembaga lain sangat besar sehingga lembaga ini sangat memerlukan dukungan dan kerjasama dari lembaga-lembaga keuangan lainnya. Tidak mengherankan sumber dana utama operasi perusahaan pembiayaan umumnya berasal dari perbankan baik dalam bentuk fasilitas kesit biasa, kredit line dalam money market atau bentuk-bentuk penempatan lain di dalam surat-surat berharga yang dikeluarkan perusahaan pembiayaan.

Kualitas Aktiva Produktif
Adanya penilaian mengenai kolektivitas aktiva produktif, mengharuskan perusahaan pembiayaan harus benar-benar melakukan analisis yang baik dan hati-hati atas setiap jenis kegiatan pembiayaan yang diberikannya yaitu swa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit, kegiatan pembiayaan konsumen termasuk aktiva produktif lain yang dimiliki misalnya surat berharga dan penyertaan. Hasil penilaian aktiva produktif tersebut akan mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan sebagimana halnya bank yang diukur dari tingkat kesehatannya. Penilaian kualitas aktiva produktif bank berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/16/UPBB tanggal 27 Februarui 1998 yaitu lancar (pass), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (substandard), diragukan (doubtful), dan macet (loss)

Laporan keuangan
Laporan keuangan perusahaan pembiayaan dalam bentuk neraca dan perhitungan laba rugi singkat menurut ketentuan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 wajib diumumkan pada salah satu surat kabar harian selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun buku perusahaan berakhir. Laporan keuangan tersebut terdiri atas laporan keuangan bulanan dan laporan keuangan tahunan.


DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia Nomor 607/KMK.017/1995 dan No.28/9/Kep/GBI tanggal 19 Desember 1995
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.00/1989 tanggal 18 Nopember 1989
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia No. 607/KMK.017/1995 dan No. 28/9/Kep/GBI tanggal 19 desember 1995.
Keputusan Menteri Keuangan No. 606/KMK.017/1995 tanggal 19 desember 1995
Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988
Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/16/UPBB tanggal 27 Februarui 1998

Tidak ada komentar: